Pada tulisan sebelumnya Mengenal Karakter disampaikan bahwa karakter bisa dibentuk sejak dini dalam lingkungan keluarga. Lalu apakah karakter bisa berubah? Apakah saat orang dewasa masih bisa membangun karakter baru, terutama merubah karakter yang tidak baik dan sudah terlanjur terbentuk.
Menurut Heraclitus seorang filsuf asal Yunani yang hidup di abad ke enam sebelum Masehi, Karakter seseorang menentukan takdir hidupnya. Jadi apa yang terjadi pada kehidupan manusia itu semua tergantung dari bagaimana mereka membangun diri sendiri. Dia mengilustrasikan dengan karakter hewan yang mudah untuk dicerna.
Donkeys would prefer straws to gold.
Swine prefer mud to clean water.
Pigs wash themselves in mud, bird in dust or ash
Swine prefer mud to clean water.
Pigs wash themselves in mud, bird in dust or ash
Dari ilustrasi di atas jelas, sebanyak apapun emas yang diberikan kepada keledai tidak akan menarik perhatian mereka lebih memilih jerami. Demikian juga dengan hewan babi yang memilih lumpur daripada air bersih. Itu sudah menjadi kebiasaan mereka.
Dalam hidup manusia memiliki kebebasan memilih bagaimana dia membangun diri sendiri. Baik buruknya pilihan itu yang akan berperan besar dalam jalan hidupnya. Tidak jarang saat dia tahu apa yang akan dilakukan itu perbuatan buruk tapi tetap saja dilakukan, Lalu cepat atau lampat dia akan menanggung resiko atau akibar dari perbuatan buruknya. Ini yang dimaskud oleh Heraclitus bahwa karakter menentukan jalan hidup.
Misalnya kita bisa saja bingung melihat ada orang yang suka menyebar hoax. Padahal itu jelas tidak baik. Orang yang bersangkutan tentu juga mengetahui bahwa menyebar berita yang tidak benar adalah bukan sesuatu yang terpuji. Tapi mereka tetap melakukannya karena sudah terbiasa berbohong. Bisa jadi mereka mulai berbohong dari hal kecil dan terus berulang sehingga berbohong itu menjadi kebiasaan bahkan bisa dilakukan secara otomatis. Mereka akan merasa asing pada diri sendiri ketika mereka jujur.
Contoh lain, kita mengerti bahwa marah itu tidak bagus, tapi bagi orang yang sudah memiliki karakter pemarah, tidak ada jalan lain selain marah setiap saat. Bila tidak merubah diri maka selama hidupnya mereka akan menanggung akibat dari perilaku suka marah-marah atau gampang marah.
Menurut Dr. Fahruddin Faiz, seorang akademisi dan pakar filsafat Islam, ungkapan takdirmu tergantung karaktermu: Apapun yang engkau lakukan akan kau rasakan akibatnya. Bila ditarik dalam ajaran Islam, ini sama dengan apa tertuang dalam QS Al Zalzalah ayat 7 & 8: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Takdirmu tergantung karaktermu:
Setiap orang hidup dan bertindak sesuai maqam yang dicapainya.
Maqam: level/pangkat derajat yang diraih seseorang dalam hidupnya sesuai usahanya.
Maqam: kondisi jiwa/kapasitas intelektual/status sosial/kekhususan pribadi
Sekecil apapun tindakan yang sudah kita lakukan akan kita tanggung akibatnya, saat ini bila hidup kita susah atau bahagia itu ada hubungannya dengan apa yang sudah kita lakukan di waktu lampau.
Pembentukan Karakter
Pada diagram diatas ada empat hal yang saling terkait dengan karakter, yaitu: Action - Habit - Attitude - Character.
Semua berawal dari Action (tindakan). Ketika satu tindakan berulang dilakukan maka akan menjadi Habit (kebiasaan) lalu menjadi Attitude (perilaku). Karena Attitude mempengaruhi sifat bathin lama-lama menjadi karakter (Character). Kalau sudah masuk karakter maka akan otomatis terlihat dalam tindakannya.
Dari siklus ini, kita bisa mengetahui bahwa karakter itu bukan harga mati atau tidak bisa dirubah. Ada kesempatan untuk berubah yaitu rasa keinginan yang tinggi, niat. Kenapa seseorang berwatak marah-marah, ya karena dia membiasakan diri untuk marah. Sedikit-sedikit marah akhirnya perilaku yang berulang-ulang ini menjadi karakter. Demikian juga bagi yang suka menyebar kabar bohong (hoax) karena kebiasaan berbohong sudah mendarah daging hingga membentuk karakter.
Dengan niat yang kuat, perubahan bisa dilakukan dengan memutus mata rantai siklus diatas. Mulai dengan melakukan tindakan (action) baik kebalikan dari karakter buruk yang ingin kita rubah. Ingin merubah karakter permarah, maka belajar untuk bersabar. Perlahan harus dilatih. Selain kekuatan niat, konsistensi juga dibutuhkan.
Selain merubah karakter buruk yang sudah mendarah daging, manusia juga bisa membentuk karakter baik yang baru. Contoh ingin membangun kegiatan baru, menulis. Lalu tindakan ini diulang-ulang akan membentuk kebiasaan (habit) sehingga menjadi kegiatan yang mendarah daging sehingga bila sehari tidak menulis akan merasa ada yang hilang.
Kiasan ini bisa digunakan dengan hal lain. Misalnya tindakan yang dilakukan adalah shalat Duha, lalu dilakukan secara rutin. Lama-lama bila meninggalkan shalat Duha ada hal yang tidak nyaman dalam hati.
Lalu berapa lama karakter bisa terbangun? Ini tentu tergantung dari kekuatan niat dan konsistensi si pelaku. Ketika kita tahu betapa pentingnya membangun karakter, kita harus punya keinginan yang kuat. Biasanya pemahaman yang benar akan melahirkan kepatuhan ataupun disiplin diri. Selamat membangun karakter baik sahabat Bengkel Bunda.
__
Sumber:
Takdir dan Karakter: Dr. Farhruddin Faiz.
No comments