Bahagia itu sederhana!
Hmm, pasti sahabat Bengkel Bunda sudah sering mendengar ungkapan ini, ya?
Meski sering didengar, apakah benar jika bahagia itu sederhana?
Ternyata tidak! Bahagia itu tidak sederhana! Setidaknya itu menurut dokter Ryu Hasan, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang melanjutkan pendidikan spesialis bedah saraf di Sydney Australia kemudian mendalami neurosains di Tokyo Jepang.
Setelah mendengar podcast ahli neurosains ini, saya jadi merefleksikan kembali arti kebahagiaan.
Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan
“Katanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Saya setuju, kalau uangnya sedikit!”
Kalimat di atas menjadi pembuka podcast bersama dokter Ryu.
Hmm iya, saya sepakat! Bohong kalau uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Hal sederhana seperti membeli kopi yang bisa bikin bahagia saja ya harus mengeluarkan uang, bukan?
Bahagia Secukupnya Saja
Setiap orang pasti ingin bahagia. Namun, bagaimana jika sepanjang hidup kita berbahagia? Ternyata itu bisa mengancam kelangsungan hidup kita.
Kebahagiaan yang berlimpah membuat kita kehilangan motivasi untuk hidup. Terasa tidak bersemangat karena tidak ada yang perlu diraih. Akibatnya, kita jadi kehilangan makna tentang hidup itu sendiri.
Jadi, sebaiknya bahagia itu secukupnya. Tidak perlu berlebihan. Sebagaimana perasaan lainnya. Secukupnya saja.
Bahagia Itu Tidak Sederhana
Ternyata, bahagia itu tidak sederhana. Bahagia nyatanya tak sesederhana dengan menikmati secangkir kopi.
Menurut Dr. Ryu Hasan, kebahagiaan bukan sesuatu yang sederhana, tetapi merupakan hasil dari keseimbangan berbagai aspek dalam hidup. Beberapa kondisi yang diperlukan untuk meraih kebahagiaan menurutnya antara lain:
Kesehatan Otak yang Optimal
Kebahagiaan sangat bergantung pada keseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, oksitosin, dan endorfin. Gangguan kesehatan otak, termasuk stres dan depresi, bisa menghambat kebahagiaan.
Hubungan Sosial yang Sehat
Manusia adalah makhluk sosial. Hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan pasangan dapat meningkatkan produksi hormon kebahagiaan seperti oksitosin.
Makna Hidup dan Tujuan
Kebahagiaan sejati tidak datang dari kesenangan instan, melainkan dari pencapaian dan perasaan bahwa hidup memiliki arti.
Baca Juga : Hidup Lebih Bahagia dengan 3 Cara Berpikir Positif Berikut Ini
Kesehatan Fisik yang Baik
Pola makan sehat, olahraga, dan tidur yang cukup berperan dalam menjaga keseimbangan hormon yang mempengaruhi kebahagiaan.
Menerima Realitas dan Mengelola Harapan
Banyak orang tidak bahagia karena ekspektasi yang tidak realistis. Kebahagiaan muncul ketika kita bisa menerima keadaan dengan bijak tanpa terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.
Kemampuan Mengatasi Stres dan Tantangan
Hidup tidak lepas dari masalah, tetapi kemampuan menghadapinya dengan cara yang sehat (resiliensi) sangat menentukan tingkat kebahagiaan seseorang.
Memberi dan Berbagi
Membantu orang lain dan berbagi kebahagiaan dapat meningkatkan produksi hormon kebahagiaan di otak, membuat kita merasa lebih puas dan berarti.
Baca Juga : Mindful Parenting Jalani Pengasuhan Bahagia
Dr. Ryu Hasan menekankan bahwa kebahagiaan adalah hasil dari proses yang kompleks, bukan sesuatu yang bisa diraih secara instan. Jadi, perlu usaha sadar untuk menjaga keseimbangan semua faktor di atas.
Penutup
Ah, saya jadi banyak berefleksi. Begitu ajaibnya otak manusia ya. Ternyata, untuk merasakan kebahagiaan ada banyak kondisi yang mempengaruhi.
Baca Juga : 5 Hal Kecil yang Bisa Membuat Ibu Rumah Tangga Bahagia
Kebahagiaan dihasilkan dari sebuah interaksi semua indikator yang ada.
Ternyata, bahagia itu tidak sederhana.
No comments